Hualooooo Walkers! Alhamdulillah wa syukurillah, kali ini aku berkesempatan untuk
mendaki lagi. Ini adalah pengalaman pertamaku mendaki lintas propinsi, YEY!!
Pendakian yang aku idam-idamkan sebelumnya. Soalnya setiap aku mendaki dan
bertemu dgn pendaki luar kota, khususnya luar propinsi, aku selalu
membayangkan, hmm mereka persiapannya pasti mateng banget, persiapan budget,
bahan makanan, harus cari angkutan, rela berjalan demi menghemat uang, dan lain
sebagainya, hihii.
Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe
Strato yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Merbabu
sendiri berasal dari kata “maharu = meru”
(gunung) dan “abu” (abu) yang berarti gunung
yang berwarna abu-abu karena pada saat meletus seluruh permukaan tanahnya
tertutup oleh material abu vulkanik dan berwarna abu-abu. Secara administratif
gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan
Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan, Kabupaten Semarang di
lereng sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah.
Bener banget Walkers, Gunung Merbabu adalah gunung
yg aku singgahi kali ini. Kami memutuskan mendaki Gunung Merbabu via Kopeng
jalur Cuntel. Bersama Abang dan ketiga teman lainnya, Kemprot, Doni,
dan Hanes, persiapan pendakian kali ini juga tak sembarang karena ini pendakian
pertama kami diluar propinsi. Jadi kalian jangan kaget kalau cerita di blog ini
akan panjang dan terbagi menjadi beberapa bagian (part).
Pemberangkatan kali ini terbagi menjadi 3 titik.
Aku, Kemprot, dan Doni berangkat dari Malang ke Surabaya. Abang udah nunggu di
Surabaya, dan Hanes berangkat dari Kediri. Kami berangkat hari Minggu malam
dari Malang, tau sendiri kan hari Minggu malam arah Surabaya pasti macet dan
kami menghabiskan waktu 3 jam perjalanan Malang-Surabaya. Setelah bertemu
Abang, sekitar jam 1 dini hari langsung kami cuz naik bis jurusan Solo, bis
Sugeng Rahayu. Sedangkan Hanes menunggu di terminal Kertosono. Meski aku gak
pernah mabuk darat, gak lupa aku minum antimo (obat mencegah mual/muntah) untuk
berjaga-jaga. Bismillah, aku tak lupa berdoa, tau sendiri bis jurusan itu
gimana ngebutnya. Daaaannn, syok terapi pun dimulai, Ya Rabbi, itu bis nya
ngebuuuut pake banget lah pokoknya. Bikin dag dig dug lah untung saja beberapa
saat kemudian aku tertidur.
Tanggal
17 Oktober 2016
Sekitar jam 06.30 pagi, kami sampai di Terminal
Tirtonadi, setelah cuci muka, kami langsung mencari bis jurusan Boyolali dan
turun di Pasar Sapi. Baru saja turun dari bis sudah banyak yg menawarkan
carteran mobil untuk ke basecamp. Oia, kalian jangan lupa untuk mengisi perut
di Pasar Sapi ini, didepan tempat ‘ngetem’ bison nanti ada satu warung makan.
Pilihannya lengkap kok, mayoritas masakannya pedes terus mbak yg jual juga
sinam sam (baca: manis mas), aku jamin pendaki lelaki pasti betah deh makan
disini. Untuk kalian yg masih pingin beli cemilan disamping warung ada
Indomart.
Setelah sudah lengkap, kami berangkat dari Pasar
Sapi jam 08.12 WIB menuju basecamp
Cuntel. Sesampainya disana kami disambut dgn ramah. Masuklah kami di basecamp,
kami mandi dan bongkar muatan agar sama rata, seperti membagi Konserven /
Ransum TNI seberat 1,7kg misalnya. Airnyaaaa, bikiiiiin bbbrrrrr…
BASECAMP CUNTEL
Kami membeli tiket masuk dan disini penjaga/ranger
akan memberikan peta jalur Cuntel menjelaskan titik-titik sumber air dan selalu
mengingatkan MENGUTAMAKAN KESELAMATAN dan KEKOMPAKAN TIM. Jam 11.00 siang, Bismillah, Al-Fathihah,
kami memulai pendakian. Jalan pertama jalan semen cor yg sedikit demi sedikit
mulai menanjak, setelah kurang lebih 15 menit berjalan, baru lah tanah yg kami
pijak dan langsung dihantam nanjak. Kami pikir ‘oh mungkin habis ini ada bonus’ eeehh, tapi emang luangsung nanjak
Walkers. Kata ‘bonus’ adalah kata yg
kami gunakan untuk menyebut jalan yg landai.
POS BAYANGAN 1
Sampai di pos ini kami sayup-sayup mendengar adzan
Dhuhur. Pos nya bagus, bangunan ber-porselen gitu, jadi adem. Adzan selesai berkumandang
kami melanjutkan perjalanan yg semakin menanjak.
POS BAYANGAN 2
Jam 12.36 WIB kami sampai disini. Pos ini
berbentuk bangunan kayu beda dari pos bayangan 1, kami melepas lelah, nyemil
jajanan yg kami bawa. Naah, lucunya, mulai dari perbatasan jalan semen dan
jalan tanah tadi, kami di ikuti hewan sejenis tawon, anehnya mereka ini
mengerubuti daerah pantat, wkwk.
POS 1 : WATU PUTUT
Jam 13.20 WIB. Aku sedikit bingung, lah pos
bayangan 1 & 2 ada bangunannya, di pos 1 ini cuma ada plang tulisan aja.
POS 2 : KEDOKAN
Jam 14.25 WIB. Di pos ini kami beristirahat
lumayan lama sembari menunaikan sholat dhuhur. Tempatnya teduh, banyak akar
pohon yg merajut hingga dapat digunakan untuk tempat duduk.
POS 3 : KERGO PASAR
Jam 15.55 WIB. Pos ini merupakan tanah lapang
dengan rumput hijaunya, ini yg menjadikan pos 3 ini sebagai camp ground. Kami
langsung bergelimpangan mencari tempat bersandar. Pas disini mulai berkabut,
namun hanya sesaat hingga Tuhan membuka sedikit langit biruNya untuk
menyampaikan kepada kami bahwa alam Indonesia itu indah. Kami bisa melihat
gagahnya gunung lain seperti Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, lalu si gunung
kembar Gunung Sindoro Sumbing dan paling jauh terlihat Gunung Lawu. Langit biru
dgn awan putihnya membuatku tak sanggup terlelap. Abang, Hanes dan Doni
terlelap karena lelah hingga gerimis membangunkan mereka. Dari pos 3, kami
dapat melihat jalan menuju pos 4 yg berliku dan menanjak. Perut yg lapar
ditambah gerimis hampir mematahkan semangat kami untuk melanjutkan perjalanan.
POS 4 : PEMANCAR
Dinamakan Pos Pemancar karena memang memiliki
pemancar yg sudah tidak berfungsi. Pernah denger bahwa ini adalah pemancar yg
didirikan oleh TNI. Perjalanan menuju pos 4 ini benar-benar menguras tenaga.
Jalan yg menanjak ditambah hari mulai gelap membuat kami berhenti ditengah
jalan untuk memakai headlamp dan berkumpul mengisyaratkan agar kami berjalan
berdampingan dan tidak berjarak jauh satu sama lain. Aah, disini sempat
berseteru sama Abang. Kelemahanku dimana perut sudah disko, emosi kurang
terkontrol. Kalo ditanya Abang, pasti jawabku ketus, sembari jalan perlahan
meninggalkannya.
Matahari perlahan singgah diperaduannya, membawa
petang dilangit malam. Hawa dingin mulai merayapi tubuh lelahku. Jeduk! Lututku
membentur tanah lembab ini, di satu titik aku terpeleset karena jalan yg nanjak
dan aku kurang konsetrasi. Hmm, semakin membuatku bergegas sampai di pos 4. Aku
menguatkan diri, berbicara dalam diri untuk terus berjalan karena pos 4 sedikit
lagi.
Jam 18.10 WIB. Alhamdulillah akhirnya sampai juga
di pos ini. Segeralah kami bongkar muatan dan mendirikan 2 tenda kami yg saling
berhadapan lalu ditutup flysheet jaga-jaga
kalau hujan. Dilanjutkan dengan masak nasi, mengeluarkan ransum, dan membuat
susu, kami membagi tugas. Tentu saja tugas menata isi tenda adalah tugasku. Di
pos ini, kami disuguhkan pemandangan Moon Rise, melihat secara perlahan bulan
memberikan sinarnya. Alhamdulillah, Padang
Mbulan. Terlihat juga lampu kota berjajar rapi menambah keindahan malam
itu.
Ditengah jam saat memasak nasi, petaka dimulai!
Kompor satu-satunya bermasalah. Sebenarnya ada satu lagi teman Abang, Gepeng
namanya (yg dulu ikut pendakian Semeru) yg ikut join. Dia ini bertugas membawa
kompor kerennya dia, namun ditengah perjalanan hampir masuk Boyolali, Gepeng
ditelpon keluarga bahwa ada saudara yg meninggal, dia pun segera menghubungi
kami yg saat itu berada di bis arah Boyolali dan segera berbalik arah. Di basecamp Cuntel pun kami sudah bertanya
apa ada tempat yg menyediakan kompor, biar kami beli, namun nihil. Bau plastik
terbakar menyeruak bersama harumnya nasi kami. Lalu kompor seperti meleduk tapi
dalam skala kecil kecil seperti gas bocor. Segala upaya kami kerahkan untuk
menyelamatkan nasi kami yg baru ¾ matang. Hanes membuat bakaran dari kayu, tapi
juga tidak berhasil sepenuhnya. Sebagian besar kayu dalam kondisi basah. Doni
dan Kemprot utak atik kompor agar bisa digunakan kembali, tapi apa daya, sudah
tak bisa digunakan.
Jam sudah menunjukkan pukul 20.20 WIB. Kami
langsung saja makan apapun yg tersedia. Ya! Dgn nasi yg masih berasa ada
beras-berasnya kami berkumpul memakan sebagian nasi kami, sebagian sisanya
untuk besok pagi. Kami tertolong dgn membawa ransum sebagai lauk kami jadi tak
perlu repot masak lauk. Selesai makan kami berunding dan memutuskan ‘besok setelah sarapan kami akan langsung cuz summit dan berharap bertemu dgn pendaki
lain untuk meminjam kompor. Apabila tidak menemukan pinjaman kompor, maka besok
juga setelah summit kami akan
langsung turun via Selo.’ Hal ini sempat membuatku bertanya dalam diri ‘Apa sanggup langsung turun? Ah, sudahlah,
besok ya besok’. Setelah itu kami terlelap, Hanes dan Kemprot di tenda
Nature Hike isi 2, Doni, Abang, dan aku di tenda Consina isi 4.
Bersambung ke PART 2 baca disini
.