15 June 2016


7. Kemampuan Kalkulasinya Pasti Oke
Suka sebel sama pasangan yang gak bisa mengatur jadwalnya sendiri? Atau kamu paling anti sama orang yang gak bisa mengatur pengeluarannya? Sama pendaki gunung, hal-hal menyebalkan yang berkaitan dengan masalah kalkulasi akan jarang kamu temui. Kegemarannya mendaki membuat dia ahli dalam membuat estimasi.

Dalam sebuah pendakian — terutama pendakian dalam tim, dia akan berhitung dengan cermat soal waktu untuk menyelesaikan tiap etape. Juga soal besarnya biaya yang harus dibayar tiap anggota tim untuk belanja logistik. Selain punya semangat juang yang tinggi, dia juga ahli dalam merencanakan sesuatu. Kualitas persiapan dan aksinya seimbang. Nah loh, kurang apa lagi?

Abang kurangnya cuma satu, suka molor, dan aku orangnya ontime. Suka debat kalau pas diposisi waktu, haha.


8. Luwes Tapi Efektif
Pendaki gunung adalah orang yang terbiasa dengan perubahan. Dia bisa dengan cepat menyesuaikan diri saat ada perubahan cuaca yang membuat perjalanan terhenti. Walau mengeluarkan kerangka tenda dan mendirikan tenda itu ribet, tapi dia gak akan mengeluh saat terpaksa harus nge-camp karena cuaca buruk.

Dia adalah pribadi yang fleksibel namun di lain sisi juga sangat efektif dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Walau harus mengubah ritme perjalanan, bukan berarti waktu pendakian molor. Dia harus tetap memperhitungkan kondisi logistik yang kian menipis. Kualitas macam ini nggak dimiliki oleh semua orang. Dan biasanya, mereka yang bisa dengan luwes membawa diri namun tetap efektif bekerja adalah mereka yang bisa sukses.


9. Tidak Mudah Terjebak Kenyamanan
Ketika sudah mendapat posisi yang mapan, apa yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan? Menikmati dan berleha-leha, bukan? Masuk kerja- pulang sore – menunggu macet di mall –membelanjakan uang di cafe yang chic – berharap akhir pekan datang – kembali menyambangi mall di akhir pekan. Apa iya kamu mau hidupmu berakhir seperti itu?

Menjalani hubungan cinta dengan pendaki gunung akan membuatmu belajar untuk terus memperluas batas kenyamanan. Pendakian mengajarkan mereka bahwa pelajaran selalu didapat justru dari usaha mengalahkan kesulitan. Mereka akan menantangmu untuk mengalahkan batas kemampuanmu sendiri. Tanpa kamu sadari, perlahan kamu juga akan belajar bahwa kenyamanan adalah jebakan yang harus dikalahkan kalau tidak mau jadi pribadi yang tertinggal.


10. Bisa Menerimamu Apa Adanya
Mendaki mempertemukan dia dengan banyak tipe orang dari berbagai latar belakang. Mulai dari yang kepribadiannya hangat dan oke banget, sampai yang punya kelakuan unik dan butuh perlakuan khusus. Apalagi diatas gunung konon seseorang akan benar-benar terlihat kepribadian aslinya. Demi lancarnya perjalanan, dia akan berusaha menyesuaikan diri dengan karakter orang-orang tersebut.

Sebenarnya pacaran itu gak ubahnya sebuah pendakian. Demi bisa sukses, kamu harus pintar-pintar mengatur langkah agar sesuai dengan ritme teman seperjalanan. Bersama pasangan yang kerap mendaki gunung, kamu gak perlu khawatir dia ilfeel karena kelakuan anehmu. Kamu bisa dengan bebas menunjukkan dirimu yang sesungguhnya. Dia bisa memahami bahwa semua orang lahir dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Abang mah tiap hari kelakuannya aneh, hahaa..


11. Biasanya, Mereka Romantis
Walau tampangnya gahar, kulitnya hitam karena keseringan terpapar matahari — tapi hati anak gunung itu lembut dan hangat. Kalau orang lain menghadiahimu dengan cokelat dan bunga atau boneka lucu, dia akan menghadiahimu foto matahari terbit di Ranu Kumbolo atau malah menuliskan namamu di puncak tertinggi Pulau Jawa. Romantis kan?

Biasanyaaa?? Hmm, Abang punya cara romantisnya sendiri. Contoh: Ngajakin langsung ke titik tertinggi Jawa dan menghirup wanginya Edelweis, bersantai sambil menikmati sunset pantai, atau berbagi tiket promo ke Jogja misalnya.


12. Dia Paham Makna “Rumah” dan“Pulang”
Seorang pendaki gunung tahu benar arti hangatnya sebuah rumah. Pada pendakian-pendakian panjangnya dia sering duduk, memandang bintang dari dataran setinggi 3000 meter diatas permukaan laut, membayangkan hangatnya rumah yang ditinggalkan. Tidak jarang rasa rindu ingin pulang jadi kekuatan saat langkahnya sudah sempoyongan dihadang trek pasir.

Dia akan menghargai makna “pulang”, “rumah” dan orang-orang yang berada di dalamnya. Beruntunglah kamu jika pada pelukmu lah dia selalu menemukan hangatnya rumah yang jadi sumber semangatnya menuntaskan pendakian.

Disinilah, rindu yg tak kan ada habisnya itu selalu hadir diantara kami. Apalagi kami juga melaluinya dengan LDR. So, aku selalu percaya bahwa proses tak akan mengkhianati hasilnya.

GIMANA? Masih ragu jadiin pendaki gunung sebagai pendamping hidupmu? Tapi by the way, siapapun dia yg menyayangi mu, perjuangkan bila dia layak diperjuangkan, cmiw :3

Part I ( klik disini )

Sumber: hipwee.com - jejakkaumkusam.blogspot.co.id


Mereka yang suka melangkahkan kaki untuk menggapai puncak-puncak tertinggi, mereka yang tidak keberatan membawa keril berisi bahan makanan dan peralatan berkemah, mereka yang rela menghabiskan waktu berhari-hari di dalam hutan demi bisa mengalahkan diri sendiri. Penasaran kan kenapa kamu harus mempertimbangkan dia yang gemar mendaki gunung untuk menjadi calon pasangan?


1. Dia Terbiasa Menetapkan Target
Orang yang sukses adalah mereka yang berani menetapkan target dan mematuhinya. Ya iya juga sih, apa gunanya target tinggi tapi gak ada usaha untuk menjangkaunya? Pendaki gunung sudah akrab dengan kebiasaan yang satu ini. Mereka terbiasa menetapkan tujuan akhir yang harus dicapai dalam setiap pendakian.

Sebelum pendakian dimulai, dia akan memperhitungkan waktu dan tenaga yang dimiliki kemudian menyesuaikannya dengan rute yang akan dihadapi. Dia bisa dengan tepat menetapkan target sesuai sumber daya. Kemampuan ini oke banget jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kamu gak perlu khawatir punya pacar gak punya target dalam hidup kalau pacaran sama pendaki gunung.

Bener banget, si Abang mah selalu bisa menentukan sampai mana kekuatan kami untuk mendaki. Kami nggak pernah memaksakan, tapi selalu berusaha. And he always has plan B - C - D 


2. Punya Semangat Untuk Mengalahkan Diri Sendiri
Musuh terbesar seseorang sebenarnya bukan orang lain atau lingkungan di sekitarnya, melainkan dirinya sendiri. Inilah filosofi yang dipegang oleh kebanyakan pendaki gunung. Kegiatan mendaki dipahami sebagai proses mengalahkan batas diri sendiri. Menantang diri untuk mengalahkan rasa letih demi menjejakkan kaki di puncak.

Pasanganmu yang gemar mendaki gunung tahu bahwa tujuan akhirnya gak akan bisa dicapai jika dia tidak keras pada dirinya sendiri. Dalam kepalanya akan bergaung suara, “Ayo jalan 5 langkah lagi!”setiap kakinya hendak mogok minta berhenti. Dia gak mau dikalahkan oleh rasa capek, malas, lapar ataupun dingin. Dia bisa mengontrol dirinya untuk terus berjuang mengalahkan semua keengganan yang muncul dari beratnya proses pendakian.

Kadang aku juga merasa seperti orang gila yg berbicara kepada diri sendiri "Ayooo kaki, dikit lagi, kuat kuat". Kalu bujukin Abang cukup bilang "Ayo Bang, buruan ke atas, kalo udah diatas kita makan" Langsung deh melejit, haha..


3. Dia Pasti Rendah Hati
Pendaki yang baik tidak pernah merasa dirinya lebih hebat dari orang lain. Walaupun dia sudah pernah menjejakkan kaki di berbagai tanah tertinggi, dia gak akan merasa lebih baik dari mereka yang belum. Pendakian justru menyadarkan bahwa di tengah ganasnya alam, manusia itu nggak ada apa-apanya.

Jika kamu memutuskan untuk menjalin hubungan cinta dengan seorang pendaki gunung, jangan kaget bila dia sering mengingatkanmu agar jangan merasa punya kemampuan diatas orang lain. Nggak heran sih, kebijaksanaan ini memang dia dapatkan dari semua pendakian yang pernah dilalui.

Dia sudah pernah menemui pendaki berusia lanjut yang segar bugar, dia pernah merasakan hampir mati karena hipotermia, dia juga pernah tersesat dan hanya mengandalkan insting untuk menemukan jalur yang benar. Di depan alam ciptaan Tuhan, dia sadar bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa.

Karena alam selalu mempunyai cara untuk membuatmu terlihat kecil - Point Break. 


4. Jiwa Berjuangnya Nggak Diragukan Lagi
Apakah kamu cewek yang mengharapkan calon pasangan yang tangguh? Atau kamu cowok yang paling males kalau dapat cewek manja? Jika memang semangat juang adalah hal yang wajib ada dalam diri calon pasanganmu, maka mengencani pendaki gunung adalah pilihan yang tepat.

Dia adalah orang yang bisa bertahan dalam situasi sulit. Rasa ingin berjuang dalam dirinya sudah tidak diragukan lagi. Pasanganmu sudah pernah merasakan telapak kakinya lecet dan sakit untuk berjalan karena rute turun yang terlalu curam. Tapi dia memaksa dirinya untuk terus berjalan. Dia sadar bahwa pilihannya hanya terus berjuang atau menunggu diselamatkan tim SAR.

Pernah banget, telapak kaki kanan+kiri (bawah jempol) lecet pas turun dari Gn. Arjuno, tapi tetep terus semangat jalan agar bisa turun dan sampai rumah dengan selamat. Lalu sharing sama kalian gimana serunya bercinta dengan alam.


5. Dia Mudah Bergaul Dengan Siapapun
Pendaki gunung biasanya punya teman yang datang dari berbagai latar belakang. Selain solidaritas antar pendaki memang kuat, siapapun yang ditemui selama pendakian adalah kawan seperjuangan di alam raya. Gak jarang hubungan ini akan terus berlanjut sampai ke kehidupan normal pasca pendakian.

Kalau dia bisa langsung nyambung dengan orang yang baru ditemuinya dalam Jeep carteran menuju Ranu Pane, tentu dia gak akan kesulitan saat harus membuka percakapan dengan teman dan keluargamu. Sering mengakrabi alam membuat dia mudah bergaul dan terbuka terhadap setiap peluang untuk menjalin hubungan dengan orang baru.

Kadang juga aku dibilang SKSD alias sok kenal sok dekat, but its OK! Aku nggak peduli, I just wanna say 'Nice to meet you, guys!'


6. Bisa Diandalkan
Pasangan yang bisa diandalkan adalah dia yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Dia udah gak lagi galau hidupnya mau dibawa kemana, dia sudah tahu apa yang benar-benar ingin dia lakukan dalam hidupnya. Proses mendaki gunung memberikan seseorang kesempatan untuk berdialog dengan dirinya sendiri dan menyelesaikan ganjalan dalam hati.

Ditengah beringasnya 7 Bukit Penyesalan Gunung Rinjani, dia akan mengalami monolog dengan sisi paling jujur dalam dirinya. Sambil menahan lelah dan teriknya sengatan matahari, dia akan paham bahwa hidup harus benar-benar diperjuangkan sesuai impian. Gak ada hidup yang pantas dijalani dengan kepuasan setengah hati.

Kamu gak perlu lagi takut kehilangan dia ditengah perjalanan, atau tiba-tiba harus banting setir 180 derajat. Dia sudah menetapkan rute yang ingin ditempuh. Bahkan jauh sebelum bertemu kamu.

Idealisme adalah kemewahan yang kerap diagungkan oleh para pendaki gunung. Hidup susah nggak masalah, asal bisa hidup dengan kepala tegak. Biasa mengakrabi ganasnya alam membuat mereka ingin menjadi sebaik-baik manusia. Mereka akan ogah ikut dalam aksi kotor demi keuntungan pribadi. Pendakian mengajarkan bahwa hidup dan mati itu jaraknya setipis seutas tali.
Memiliki pasangan seorang pendaki akan memberikanmu hidup yang sederhana, tapi penuh arti. Mereka yang belajar di alam akan menyadari bahwa jadi manusia berguna itu lebih penting daripada menumpuk harta bagi diri sendiri. Karena pada akhirnya, kamu cuma punya integritas yang bisa dibawa sampai mati.

SETUJU. Nggak munafik, materi memang penting, tapi ibu ku mengajarkanku jauh lebih pentingnya kenyamanan dan ketentraman hati daripada materi. Bersamanya dialam, di sebuah tenda kecil, lauk pauk sederhana, dan secangkir kopi. Damainya dunia ketika seseorang mampu menghargai sesuatu sekecil apapun itu.

Part II ( klik disini )

Sumber: hipwee.com - jejakkaumkusam.blogspot.co.id

10 June 2016

Hai haiiii, sharing lagi yaahh..
Kali ini cerita perjalanan bersama my partner in crime (aka Abang Pirin) ke Gunung Buthak. Gunung ini terletak di wilayah Ngadirenggo, Wlingi, Blitar. Gunung ini bisa ditempuh melalui jalur Gunung Panderman, Batu, dengan ketinggian 2868mdpl. Tanya ke seorang teman yg notabene suhu yg pernah kesini, katanya membutuhkan waktu sekitar 7-8 jam jalan santai. Nggak kaget, karena kita posisi di Batu, Malang sedangkan Gn. Buthak berada di Blitar.


Berencana sebagai penutup sebelum puasa, ditambah dengan aku ditinggal n*k*h sama mantan, haha.. Entah perasaan apa itu namanya, ujung2nya Abang juga yg nenangin, haha..

Pagi itu kami berangkat hanya berdua, jangan kaget yah, emang udah sering bingit kemana-mana berdua. Gak perlu khawatir yg enggak2 dah, seringkali dapat pertanyaan "Hayoo, ngapain digunung berdua?". Hadee, boro-boro kami mikir yg aneh-aneh, sampai TKP tuh bikin tenda, masak, makan, tidooor persiapan buat summit besok. Dikira nggak capek apa ya, jalan jauh plus bawa carrier?

Setelah mengisi daftar ini itu plus bayar tiket, lanjutlah perjalanan kami. Sempet kaget lihat jalurnya yg termasuk sempit dan nanjak terus. But its OK, hajar bos! Sampai ditengah perjalanan tiba-tiba hujan deres sederes-deresnya hujan. Kami melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat berteduh dan membangun tenda. Kami memang sengaja gak turun karena selain jalurnya sudah seperti sungai kecil dan licin, aku paling sesuatu sama yg namanya turun, haha. Daripada harus turun pas hujan, mending naik terus sambil cari tempat lapang (ini yg aku pikirkan waktu itu). Selama perjalanan mencari tempat yg lapang, diperjalanan itu aku tersenyum, tertawa bahkan ngakak.. "Haha, kita ini ngapain sih Bang, jalan ujan-ujan cuma pingin ngilangin penat tidur digunung" Abang mah diem aja, tau kali ya ceweknya lagi slewar.

Berdirilah tenda kami yg ala kadarnya reyot kanan-kiri oke, haha. Sedikit sulit memang mencari tempat lapang/landai ditempat ini. Saat itu jam menunjukkan jam 11 siang, kami menunggu dalam tenda sambil berharap hujan akan segera reda. Sampai jam 2 siang tak ada tanda-tanda hujan berhenti, kami tertidur sebentar, bangun-bangun jam sudah menunjukkan jam 17.15 WIB, sudah mulai petang dan diluar masih rintik. MasyaAllah, sudah cukup, kami sepakat tak akan melanjutkan summit karena cuaca yg tak berpihak kepada kami, apalagi Abang juga cuma dapat libur 2 hari.
Saksi bisu deresnya hujan yg nggak aturan, haha..

Esok paginya, kami prepare turun daaaannn sepanjang perjalanan turun banyak ulat2 yg hidup disana :-( gendut-gendut cyiind. Aduuuh, berasa nglewatin apa gitu. Kasih aku hewan apa aja, pokok jangan hewan invertebrata.

Ini gagal summit pertamaku, banyak pelajaran yg aku dapat saat mendaki kali ini, contohnya:
1. Enggak enak banget mendaki pas ujan, malah bikin haus kalau menurutku (bener gak yah?)
2. Kalau tidur enggak mau lagi pake kolor/boxer doang, pas jam 3 pagi dinginnya MasyaAllah dah, haha.. (gara-gara celana training nya gak sengaja jatuh dan basah)
3. Dan yg paling penting "harus bisa ikhlas, apapun itu" entah kepuasan apa itu namanya, meski nggak summit, aku tetep puas, tetep seneng.

Sweet closing, hari itu di tutup dengan dinner (ceilee dinner) Sop Buntut, Sego Liwet, Buntut Goreng, Es Jeruk Nipis, dan Jeruk Manis Panas. But, don't worry Buthak, We will come back!

Cerita Gunung Buthak LENGKAP sampai puncak

Categories

Blog Archive

Instagram

Popular Posts

Viewers